A.
PENGERTIAN
Asma merupakan penyakit pada jalan napas yang tidak dapat
pulih yang tejadi karena spasme bronchus yang disebabkan oleh berbagai
penyabab.(Hudak & Gallo, 1997)
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten,
reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap
stimulasi tertentu (Smeltzer, Suzzane C, 2002).
Asma adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai
oleh periode episodik spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara
bronkhial (spasme bronkus). Spasme brokus ini menyempitkan jalan napas,
sehingga membuat pernapasan menjadi sulit dan menimbulkan bunyi mengi.terdapat
2 tipe utama asma, asma ektrinsik dan asma intrinsik. (Niluh dan
Christantie,2004).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon dalam
secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi
(Smeltzer,C.Suzanne, 2002).
Asma adalah adanya gangguan pada selaput bronkus yang
dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pernafasan (Murwani, 2011).Asma
adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme periodic (kontraksi spasme
pada saluran nafas). Asma merupakan
saluran komplek yang dapat
diakibatkan oleh factor biokimia, endokrin,
infeksi otonomik dan psikologi (Somantri, 2008). Asma merupakan bentuk inflamasi kronis yang
terjadi pada saluran jalan nafas dengan
memperlihatkan berbagai inflamasi sel dengan gejala hiperaktivitas
bronkus dalam berbagai tingkatan, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernafasan yang lain (mengi dan
sesak) (Mansjoer, 2001).
B.
ETIOLOGI
Etiologi asma dibagi atas :
1.
asma ekstrinsik/alergen
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui masanya
sudah terdapat semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari,
bulu halus, binatang dan debu.
2.
asma intrinsik/idiopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi
adanya faktor-faktor nonspesifik seperti; flu, latihan fisik atau emosi sering
memicu serangan asma. Asma ini sering muncul/timbul sesudah usia 40 tahun
setelah menderita infeksi sinus/cabang trakeobronchial.
3.
asma campuran
Asma yang terjasi/timbul karena adanya komponen
ekstrinsik/intrinsik.
Penyebab dari asma bronchiale dapat
meliputi infeksi virus/bakteri, imunologik/alergik, dan imunologik. Sedangkan
faktor pencetus dari asma bonchiale meliputi :
1. Alergen utama : debu rumah, spora
jamur dan tepung sari rerumputan
2. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan
polutan
3. Infeksi saluran nafas terutama yang
disebabkan oleh virus
4. Perubahan cuaca yang ekstrim
5. Kegiatan jasmani yang berlebihan
6. Lingkungan kerja
7. Obat-obatan
8. Emosi
9. Lain-lain seperti refluks gastro
esophagus
C.
MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi klinis menurut Smeltzer
(2002) adalah :Tiga gejala umum asma adalah batuk , dispnea , dan
mengi. Pada beberapa keadaan,
batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali
terjadi pada saat malam hari.
Penyebabnya tidak dimengerti dan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkandian, yang
mempengaruhi ambang reseptor jalan
nafas.Menurut Mansjoer (2001) manifestasi klinis asma
bronkhial yaitu :
Bising
mengi (wheezing) yang dapat didengar dengan atau tanpa menggunakan stetoskop.
1.
Batuk
produktif, sering pada malam hari.
2.
Nafas
atau dada seperti tertekan.
Menurut Somantri ( 2008 ),gambaran
klinis pasien penderita asma yaitu:a
Gambaran Objektif :
1.
Sesak
nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
2.
Dapat
disertai batuk dengan spuntum kental dan sulit dikeluarkan.
3.
Bernafas
dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan.
4.
Sianosis,takikardi,gelisah
dan pulsus paradokus
5.
Fase
ekspirasi memanjang disertai wheezing(diapeks dan hilus)
Gambaran subjektif yang dapat
ditangkap perawat adalah pasien mengeluhkan sukar bernafas, sesak dan
anoreksia.
Gambarab Psikososial yang diketahui
perawat adalah cemas, takut, mudah tersinggung, dan kurangnya pengetahuan
pasien terhadap situasi penyakit.
Tanda
gejala yang lain, yaitu:
1.
Wheezing
2.
Dyspnea dengan lama ekspirasi;
penggunaan otot otot asesori pernapasan, cuping hidung, retraksi dada, dan
stridor
3.
Batuk kering (tidak produktif) karena
sekret kental dan lumen jalan napas sempit
4.
Tachypnea, tachycardia, orthopnea
5.
Gelisan
6.
Berbicara sulit atau pendek karena
jalan napas sempit
7.
Diaphorosis
8.
Nyeri abdomen karena terlibatnya
otot-otot abdomen dalam bernapas
9.
Fatigue
10. Tidak toleran
terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan bahkan berbicara
11. Kecemasan,
labil, dan perubahan tingkat kesadaran
Gambaran klinis
yang muncul pada penderita asma, antara lain :
1.
Sesak napas
2.
Batuk
3.
Suara bernapas wheezing
4.
Pucat
5.
Lemah
D.
PATOFISIOLOGI
1. Asma bronchiale tipe atopik
(ekstrinsik)
Asma
timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen.
Alergen yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan
dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan merangsang
pembentukan IgE.
IgE
yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basifil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel
tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil ,makrofag
dan trombosit juga memiliki resepotor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang
lemah. Orangyang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada
permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala.Orang tersebut sudah dianggap
desentisasi atau baru menjadi rentan.
Bila
orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang
sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada
permukaan mastofit dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke
dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar
cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel .Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah
terkandung dalam granul-granul(preformed ) di dalam sitoplasma yang mempunyai
sifat biologic,yaitu histamin, Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A),
Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat
oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperaktifitas
bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi) bila terpapar
dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang
tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah
diketahui bahwa hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi brponkus yang
kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam
cairan bilaas bronkus pasien asma bronchiale sebagai bronchitis kronik
eosinofilik. Hiperreaktifitas berhubungan dengan derajat berat penyakit.
Berdasarkan
hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai penyakit
bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi
bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus
pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel radang
terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia
dan mukus diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi
tidak berfungsi lagi . Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya
penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat
dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi mukus
maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan
rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya
stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis.HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah akan mensupresi
immunoglobin A (IgA) . Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel
radang menurun yang direspon tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkus
sehingga menimbulkan asma bronkiale.
2. Asma bronchiale tipe non atopik
(intrisik)
Asma
non alergik (asma intrinsik ) terjadi bukan karena pemaparan allergen tetapi
terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas
,olah raga atau kegiatan jasmani yang berat ,serta tekanan jiwa atau stress
psikologik. Serangan asma terjadi akibat ganguan saraf otonom terutama gangguan
saraf simpatis yaitu blockade adrenergic beta dan hiperreaktifitas adrenergik
alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergic alfa diduga meningkat
yang mengakibatkan bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
3. Asma bronchiale campuran (mixed)
Pada tipe
ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik
Secara singkat patofisilogi asma
bronchiale sampai menimbulkan masalah keperawatan dapat digambarkan sebagai
berikut
Dari pohon masalah diatas masalah
keperawatan yang mungkin muncul :
1.
Bersihan
jalan nafas tidak efektif b/d produksi mukus yang meningkat
2.
Pola
nafas tidak efektif b/d bronkospasme
3.
Kerusakan
pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi
4.
Cemas
b/d ancaman kematian
5.
Intoleransi
aktivitas b/d kelemahan fisik
6.
Gangguan
istirahat dan tidur b/d sesak nafas
7.
Resiko
tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d sesak nafas
8.
Kurang
pengetahuan b/d kurang informasi
9.
Resiko
tinggi infeksi b/d produksi mukus yang meningkat
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan
epidosik serangan asma, dapat dibedakan :
1.
Asma episodik yang jarang
Biasanya
terdapat pada anak usia 3-6 tahun, serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus
pada saluran napas. Frekuensi serangan 3-4 x/hari. Lamanya serangan beberapa
hari dan langsung menjadi sembuh. Gejala menonjol pada malam hari dapat
berlangsung 3-4 hari, sedangkan batuk 10-14 hari, serangan tidak ditemukan
kelainan.
2.
Asma
episodik sedang
2/3 golongan
ini serangan pertama timbul pada usia sebulan samapi 3 tahun, serangan
berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada usia 5-6 tahun dapat
terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.
3.
Asma kronik/resisten
Serangan pertama
terjadi pada usia 6 bulan (25%), sebelum usia 3 tahun (75%), pada 2 tahun
pertama (50%) biasanya serangan episodik pada usia 5-6 tahun akan lebih jelas
terjadi obstruksi jalan napas yang persisten dan hampir selalu terdapat
wheezing setiap hari. Pada malam hari sering terganggu oleh batuk/wheezing dan
waktu serangan yang berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit.
Berdasarkan
berat penyakit :
1.
Tahap I : intermitten
Penampilan
klinik sebelum mendapat pengobatan :
a.
gejala intermitten < 1 kali dalam
seminggu
b.
gejala eksaserbasi singkat (mulai
beberapa jam sampai beberapa hari)
c.
gejala serangan asma malam hari < 2
kali dalam sebulan
d.
asimptomastis dan nilai fungsi paru
normal diantara perioda eksaserbasi
e.
PEF atau FEV1 : ≥ 80% prediksi Variabilitas
< 20%
f.
pemakaian obat untuk mempertahankan
kontrol :Obat untuk mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan perlu
inhalasi jangka pendek β2 agpnis
g.
intensitas pengobatan tergantung pada
derajat eksaserbasi kortikosteroid oral mungkin dibutuhkan.
2.
Tahap II : persisten ringan
Penampilan
klinik sebelum mendapat pengobatan
a.
gejala ≥ 1 kali seminggu tapi < 1
kali sehari
b.
gejala eksaserbasi dapat mengganggu
aktivitas tidur
c.
gejala serangan asma malam hari > 2
kali dalam sebulan
d.
PEF atau FEV1 : > 80 % dari prediksi Variabilitas 20
– 30 %
e.
pemakaian obat harian untuk
mempertahankan kontrol :Obat-obatan pengontrol serangan harian mungkin perlu
bronkodilator jangka panjang ditambah dengan obat-obatan antiinflamasi
(terutama untuk serangan asma malam hari).
3.
Tahap III : persisten sedang
Penampilan
klinik sebelum mendapat pengobatan
a.
gejala harian
b.
gejala eksaserbasi menggangu aktivitas
dan tidur
c.
gejala serangan asma malam hari > 1
kali seminggu
d.
pemakaian inhalasi jangka pendek β2
agonis setiap hari
e.
PEV atau FEV 1 : > 60-80 % dari
prediksi
Variabilitas > 30%
f.
pemakaian obat-obatan harian untuk
mempertahankan kontrol : obat-obatan pengontrol serangan harian inhalasi
kortikosteroid bronkodilator jangka panjang ( terutama untuk serangan asma
malam hari).
4.
Tahap IV : persisten berat
Penampilan
klinik sebelum mendapat pengobatan
a.
gejala terus menerus
b.
gejala eksaserbasi sering
c.
gejala serangan asma malam hari sering
d.
aktivitas fisik sangat terbatas oleh
asma
e.
PEV atau FEV1 : ≤ 60 % dari prediksi Variabilitas
> 30 %
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan fisik
2.
Sinar X (rontgen) : terlihat adanya
hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar.
3.
Tes fungsi paru
4.
GDA
5.
Pemeriksaan laboratorium
G. KOMPLIKASI
1.
Pneumothorak
2.
Emfisema
3.
Atelektasis
4.
Aspirasi
5.
Kegagalan jantung / gangguang irama
jantung
6.
Asidosis
H. Penatalaksanaan Farmakologi Dan Non
Farmakologi
1.
Agonis beta
Bentuk
aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
2.
Metil Xantin
Golongan
metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan
125-200 mg empatkali sehari.
3.
Kortikosteroid
Jika agonis
beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
4.
Kromolin
Kromolin
merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak. Dosisnya berkisar 1-2
kapsul empat kali sehari.
5.
Ketotifen
Efek kerja
sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari keuntunganya
dapat diberikan secara oral.
6.
Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven
adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
Diagnosa keperawatan
1.
Bersihan
jalan nafas tidak efektif b/d produksi mukus yang meningkat
2.
Pola
nafas tidak efektif b/d bronkospasme
3.
Kerusakan
pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi
4.
Cemas
b/d ancaman kematian
5.
Intoleransi
aktivitas b/d kelemahan fisik
6.
Gangguan
istirahat dan tidur b/d sesak nafas
7.
Resiko
tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d sesak nafas
8.
Kurang
pengetahuan b/d kurang informasi
9.
Resiko
tinggi infeksi b/d produksi mukus yang meningkat
DAFTAR
PUSTAKA
Dongoes, M.E, 2008, Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian. EGC .
JakartaFrancis Caia. 2011 . Respiratory Care. Diterjemahkan oleh Tini Stella. Jakarta : ErlanggaRingel Edward . 2012 . Kedokteran Paru. Jakarta : IndeksRiyadi Sujono . 2011 . Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Pustaka PelajarSaputra
Lyndon . 2010 . Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang : Binarupa
AksaraSmeltzer C. Suzane .
2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGCSoemantri Irman . 2008 . Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan GangguanSistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba
MedikaWilkinson M dan Ahern A
N. 2012 .Buku Saku Diagnosa
Keperawatan NandaNic Noc.
Dialih Bahasakan Oleh Wahyuningsih E dan Widiarti
D. Jakarta : EGCPatricia A,
Potter, Anne Griffin Perry ; Alih bahasa, Yasmin Asih. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi
4. Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment