A. PENGERTIAN
Appendicitis
adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu
feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. • Definisi lain
Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks, sebuah kantung buntu yang
berhubungan dengan bagian akhir secum yang umumnya disebabkan oleh obstruksi
pada lumen appendiks (Luxner, 2005) • Williams dan Wilkins (dalam Indri, et al,
2014) menyatakan apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya
jika tidak ditangani dengan segera di mana terjadi infeksi berat yang bisa
menyebabkan pecahnya lumen usus.
Appendiksitis akut adalah penyebab
paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab
paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Appendiksitis adalah kondisi di mana
infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai
cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi
hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat
infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa
mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari
bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar
kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian
usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007). Apendisitis merupakan peradangan
pada usus buntu/apendiks (Anonim, Apendisitis, 2007).
B. Klasifikasi
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks.
Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan
diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab
obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan
tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke
dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /
nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis
juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian
menyebar secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia,
dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans
muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika
dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik
apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik
antara 1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi
dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak
perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.
Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis
rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan
apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks
yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang
biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun
tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma
yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan
eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa
memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul
tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks. Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan
sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini
jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut.
Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala
tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata
bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal
tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi
kanan
C. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang
pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1.
Factor
yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a.
Hiperplasia
dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.
Adanya
faekolit dalam lumen appendiks
c.
Adanya
benda asing seperti biji-bijian
d.
Striktura
lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2.
Infeksi
kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3.
Laki-laki
lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa).
Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4.
Tergantung
pada bentuk apendiks:
a.
Appendik
yang terlalu panjang
b.
Massa
appendiks yang pendek
c.
Penonjolan
jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d.
Kelainan
katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
D. Patofisilogi
Appendicitis terjadi karena
penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda
asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersumbat makin banyak, namunelastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan piningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.Bila
sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di darah kanan bawah. Keadaan ini disebut
appendicitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding appendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut
dengan appendicitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah, akan
terjadi appendicitis perforasi.Bila semua proses diatas berjalan lambat,
omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul
suatu masa lokal yangdisebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, Arif, 2000).
E. Penatalaksanaan
Menurut Brunner & Suddarth
(2000) penatalaksanaan Appendicitis adalah sebagai berikut:
1. Pembedahan diidikasikan jika
terdiagnosa appendicitis; lakukan apendiktomi secepat mungkin untuk mengurangi
resiko perforasi. Metode insisi abdominal bawah di bawah anestesi umum atau
spinal; laparoskopi.
2. Berikan antibiotic dan cairan IV
sampai pembedahan dilakukan.
3. Analgetik dapat diberikan setelah
diagnose di tegakkan.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut
Pierce A Grace & Neil R
Borley (2006)pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :1)Ultrasonografi
untuk massa apendiks2)Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendiktomi pada
wanita muda3)Diagnosis berdasarkan klinis, namun sek
darah putih (hampir selalu
leukositosis)4)CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut
atau dimana penyebab lain
masih mungkin.
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosakeperawatan dan intervensi yang muncul pada
klien denga post op
apendiktomi (Nanda, 2012) meliputi :
1.
Nyeri berhubungan dengan distensi
jaringan intestinal oleh inflamasi.
2.
Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
3.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake menurun,
mual dan muntah.d.Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan yang dirasakan.
H. DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.
2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGCDoenges, E. M, 2000, Rencana Asuhan
Keperawatan (Terjemahan), Edisi 3, Jakarta:
EGC.Grace,Pierce A & Borley Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Surabaya: ErlanggaHerdman, T Heather (ed). 2011. NANDA Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGCMansjoer, Arif (ed). 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media AesculapiusReeves,
Charlene J. et al. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Salemba MedikaReksoprodjo,
Soelarto (ed). Kumpulan Kuliah
Ilmu Bedah. Tangerang:
Binapura AksaraSjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGCSjamsuhidajat,
R & Wim, de Jong (ed). 2004. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGCSmeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda
G.2001. Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGCSmeltzer,
Suzanne C & Bare, Brenda G.2002. Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGCWilliams
& Wilkins. 2012. Kapita
Selekta Penyakit. Jakarta: EGCDepkes
RI.2008.Kasus Appendicitis di
Indonesia.diakses dari :
http://www.artikelkedokteran.com/arsip/kasus-apendisitis-di-indonesia-pada-tahun-2008.htmlhttp://darkcurez.blogspot.com/2011/01/makalah-apendisitis.htmlLubis. A.
Angka Kejadian Appendicitis.
diakses dari: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/136/jtptunimus-gdl-trimuflikh-6753-1-babi.pdfpada tanggal 2 November 2012Stacrose.2009.Angka Kejadian Appendicitis.diakses
dari: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/136/jtptunimus-gdl-trimuflikh-6753-1-babi.pdfpada tanggal 2 November 2012Ummualya. 2008.
Angka Kejadian Appendisitis.
diakses dari :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/136/jtptunimus-gdl-trimuflikh-6753-1-babi.pdfpada tanggal 2 November 2012
No comments:
Post a Comment